IMAN
KEPADA ALLAH
MAKALAH
Disusun
guna memenuhi tugas
Mata
kuliah : Tafsir Tarbawi
Dosen
pengampu :M.Dzofir, M.Ag
Disusun oleh:
Nama
: Ummu Bashiroh
NIM : 111088
Kelas : PAI/C
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN TARBIYAH/ PAI
TAHUN
2012
BAB I
PENDAHULUAN
Iman merupakan pembahasan pokok di
dalam agama yang juga mempunyai pengaruh signifikan dalam kehidupan manusia.
Sebagaimana keterangan Al-Qur’an yang telah menjelaskan bahwa setiap manusia
mempunyai fitrah untuk beragama yang hanif, yakni agama Islam, agama yang
mengajarkan untuk mengimani-Nya serta mentauhidkan-Nya.
Iman kepada Allah Swt. merupakan
induk dari Iman kepada malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya,
hari kiamat, dan qadha’ qadar-Nya.
Iman kepada-Nya sudah barang tentu
harus mengenal-Nya, Allah telah mengenalkan wujud-Nya dengan apa yang ada di
langit dan di bumi untuk ditadabburi oleh manusia, juga melalui asma-asma
terbaik-Nya yang disebut dengan asma’ul husna.
Berdasarkan ilustrasi di atas,
penulis menyadari betapa urgennya untuk memahami hakikat dari Iman kepada Allah
swt., sekaligus implementasi serta pengenalan-Nya dalam kehidupan.
Maka dari itu, dalam makalah ini,
penulis memaparkan tentang pengertian serta makna Iman kepada Allah Swt.
dipandang dari sudut tafsir Al-Qur’an.
BAB II
AYAT-AYAT YANG TERKAIT
وَاٰٰلهكمْ الهّ واحدّ لا الهّ الاّهوُ الرّحمنُ الرّحيمُ (البقرة:163)
“Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak
ada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” (Al-Baqarah:163).
اللّهُ لاالهَ الا هو الحىُّ القيّومُ لاتأخذُه سِنَةّ ولا نومّ له ما فى السّموتِ وما
فى الارضِ من ذالّذى يشفعُ عنده الاّ بإذنه يعلم ما بين ايديهم وما خلفهم ولا
يحيطون بشيئ من
علمه إلاّ بما شاءَ وسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمٰواتِ وَالاَرْضَ ولا يؤوده حِفظهُما
وهو العليُّ العظيمُ (البقرة:255)
“Allah tidak ada Tuhan melainkan Dia yang hidup kekal
lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur.
kepunyaanNya apa yang di langit dan di bumi. Siapakah yang dapat member
syafa’at di sisi Allah tanpa izin-nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan
mereka dan di brlakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu
Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi.
Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tingga lagi
Maha Besar.”
(Al-Baqarah:255).
ومن
ايتِه خلقَ السّمٰوات والارض واختلافُ السنتكُم والوانِكم انّ فى ذالك لاٰيت
للعالمينَ (الرّوم:22)
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan
langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
mengetahui.”
(Ar-Ruum:22).
ومن
ايتِه منامُكم بالّيلِ والنّهارِ وابتغاؤُكم من فضلِه انَّ فى ذٰلك لاٰية لقوم
يّسمعونَ (الرّوم:23)
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu di
waktu malam dan siang hari dan usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum
yang mendengarkan.”
(Ar-Ruum:23).
ومن
ايته يُريكم البرقَ خوفاً وطمعاً وّيُنَزِّلُ من السّماءِ ماءَ فيحي به الارضَ بعد
موتِها إنّ في ذٰلك لاٰيت لقومً
يّعقلون (الرّوم:24)
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia memperlihatkan
kepadamu kilat untuk (menimbulkan) ketakutan dan harapan, dan Dia menurunkan
air hujan dari langit, lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum
yang mempergunakan akalnya.” (Ar-Ruum:24).
ومن
ايته ان تقومَ السّماءُ والارض بأمره ثمّ اذا دعا كم دعوة مّن الارضِ اذا أتنم تخرُجون
(الرّوم:25)
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah berdirinya
langit dan bumi dengan iradat-Nya. Kemudian apabila Dia memanggil kamu sekali
panggil dari bumi, seketika itu (juga) kamu keluar (dari kubur).” (Ar-Ruum:25).
فأقم
وجهَك للدّين حنيفاً فطرةَ الّله التّى فطَرَ النّاسَ عليها لا تبدِ يل لخلق لا
يعلمون (الرّوم:30)
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah);
(tetaplah atas) fithrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah
itu. Tidak adaperubahan pada fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Ar-Ruum:30).
هُوَ
اللّه لاإلهَ إلاّ هو عالِمُ الغَيْبِ والشَّهادَةِ هوَ الرّحمٰن الرّحيم
(الحشر:22)
“Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Maha
Mengetahui yang ghaib dann yang nyata, Dialah Yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang.”
(Al-Hasyr:22).
هُوَ
اللّه لاإاله إلآ هو المَلِكُ القُدّوسُ السّلامُ المُؤمنُ المُهَيْمنُ العزيز ُالجبّارُ
المتكبّرُ سبحانَ اللّه عمّا يُشْرِكُون (الحشر:23)
“Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Maha Raja,
Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Maha Mengkaruniakan keamanan, Yang
Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Maha Memiliki segala
keagungan. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (Al-Hasyr:23).
هُوَاللّه
الخالقُ البارِئُ المصوّرُ لَهُ الاَسماَءُ الحُسنٰى يُسَبِّحُ لَهُ ما فى السَّمٰوٰتِ
والارضِ وهو العزيزُ الحكيمُ (الحشر:24)
“Dialah Allah Yang Maha Menciptakan, Yang Maha Mengadakan, Yang
Maha Membentuk Rupa, yang mempunyai nama-nama yang paling baik. Bertasbih
kapada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dialah yang Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana.”
(Al-Hasyr:24).
BAB III
MUFRODAT
اله:
Tuhan yang disembah
واحد: Satu
الحىّ:
Yang Hidup
القيّوم:
Yang Berdiri dengan sendirinya
يعلم:
mengetahui
كرسىّ:
kursi (ilmu Allah)
العليّ:
Maha Tinggi
العظيم:
Maha Besar
السنتكم:
Bahasa Kalian
الوانكم:
Warna Kulit Kalian
ايا ت:
Tanda-tanda
عا لمين:
Orang-orang Yang Mengetahui
يسمعون:
Orang-orang Yang Mendengarkan
دعوة:
Sekali Panggilan
حنيفا:
Lurus
فطرة:
Fitrah
الرحمن:
Maha Pemurah
الرحيم:
Maha Pengasih
الملك:
Maha Raja
القدوّس:
Maha Suci
السّلام:
Maha Sejahtera
المؤمن:
Maha Mengkaruniakan keamanan
المهيمن:
Maha Memelihara
العزيز:
Maha Perkasa
الجبّار:
Maha Kuasa
المتكبّر: Maha Memiliki segala Keagungan
الخالق:
Maha Pencipta
البارئ:
Maha Mengadakan
المصوّر:
Maha Membentuk
سبحان:
Maha Suci
الاسماء الحسنى :
Nama-nama Yang Paling Baik
BAB IV
PEMBAHASAN
1. Definisi Iman Kepada Allah Swt.
Pada dasarnya semua manusia dilahirkan dalam keadaan hanif atau
sering disebut dengan fitrah Allah, sebagaimana yang tercantum dalam Q.S.
Ar-Ruum:30
فأقم
وجهَك للدّين حنيفاً فطرةَ الّله التّى فطَرَ النّاسَ عليها لا تبدِ يل لخلق لا
يعلمون
(الرّوم:30)
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama
(Allah); (tetaplah atas) fithrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu. Tidak adaperubahan pada fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus;
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Ar-Ruum:30).
Kata “حنيفا” biasanya diartikan lurus atau cenderung kepada
sesuatu.
Menurut Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuti, Hanif berarti
condong kepadanya artinya memurnikan agama Allah.
Menurut Imam Ath-Thabari “hanifan” berarti lurus kepada agama-Nya dan
mena’ati-Nya.
Menurut Al-Ishfahyani “hanif” berasal dari kata “hanafa” yang berarti condong
dari kesesatan kepada istiqomah.
Jadi,
yang dimaksudkan dengan agama yang hanif adalah agama allah Swt. yakni agama
Islam yang mengajarkan untuk mengimani-Nya.
Selain
kata hanif, ayat di atas juga menyebutkan kata “fitrah”. Kata fitrah tarambil
dari kata fathara yang berarti mencipta. Sementara pakar menambahkan, fitrah
adalah “mencipta sesuatu pertama kali/tanpa ada contoh sebelumnya.
Menurut
Al-Biqa’I, yang dimaksudkan fitrah adalah penerimaan kebanaran dan kemantapan
mereka dalam penerimaannya.
Sedangkan menurut Al-Maraghi, fitrah adalah keadaan yang mana Allah menciptakan
manusia dari nafsu untuk kebenaran, dan bangunan tubuhnya untuk akalnya.
Dari
penjelasan di atas, dapat diambil pengertian bahwa pada hakikatnya semua
manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah untuk beragama hanif, yakni agama Islam
yang didasarkan pada keimanan kepada Allah Swt. sebagaimana yang dijelaskan
oleh Imam al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumiddin bahwa “Setiap manusia telah
diciptakan atas dasar keimanan kepada Allah bahkan atas potensi mengetahui
persoalan-persoalan sebagaimana adanya potensi pengetahuan (padanya).
Kedua
hal di atas (fithrah tauhid dan penciptaan manusia dalam keadaan hanif)
merupakan inti keimanan kepada Allah.
Sedangkan
definisi dari Iman sendiri adalah meyakini dengan sepenuh hati, dengan pembenaran
pada lisan juga hati, serta diikuti dengan melakukan amal saleh.
Jadi, pengertian Iman kepada Allah adalah meyakini akan adanya Allah,
membenarkannya dalam hati dan lisan, serta diiringi dengan amal saleh.
2. Makna Iman Kepada Allah Swt.
Wujud
atau adanya Allah, bukanlah merupakan sesuatu hal yang sulit dimengerti, sebab
fitrah manusia sendiri telah membuktikan dan mengakui adanya Allah tersebut.
Fitrah manusia dalam perjalanan hidupnya pasti akan menemukan bukti-bukti
adanya Allah, tetapi kenyataannya kadang-kadang menjadikan bahwa zat Allah
tersebut seolah-olah tidak ada, sebab baik Zat maupun kekuasaan-Nya sangat
dekat dengan fitrah manusia itu sendiri. Karena begitu dekatnya sehingga ia
(manusia) tidak menyadarinya.
Untuk
memahami masalah ini memang dibutuhkan adanya pemikiran yang cukup mendalam dan
bahkan juga perenungan.
Sebagaimana
firman Allah yang tercantum dalam Q.S. Ar-Ruum ayat 22-25:
ومن
ايتِه خلقَ السّمٰوات والارض واختلافُ السنتكُم والوانِكم انّ فى ذالك لاٰيت
للعالمينَ
(الرّوم:22)
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan
langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
mengetahui.”
(Ar-Ruum:22).
ومن
ايتِه منامُكم بالّيلِ والنّهارِ وابتغاؤُكم من فضلِه انَّ فى ذٰلك لاٰية لقوم يّسمعونَ
(الرّوم:23)
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu di
waktu malam dan siang hari dan usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum
yang mendengarkan.”
(Ar-Ruum:23).
ومن
ايته يُريكم البرقَ خوفاً وطمعاً وّيُنَزِّلُ من السّماءِ ماءَ فيحي به الارضَ بعد
موتِها إنّ في ذٰلك لاٰيت لقومً
يّعقلون (الرّوم:24)
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia memperlihatkan
kepadamu kilat untuk (menimbulkan) ketakutan dan harapan, dan Dia menurunkan
air hujan dari langit, lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum
yang mempergunakan akalnya.” (Ar-Ruum:24).
ومن
ايته ان تقومَ السّماءُ والارض بأمره ثمّ اذا دعا كم دعوة مّن الارضِ اذا أتنم
تخرُجون (الرّوم:25)
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah berdirinya
langit dan bumi dengan iradat-Nya. Kemudian apabila Dia memanggil kamu sekali
panggil dari bumi, seketika itu (juga) kamu keluar (dari kubur).” (Ar-Ruum:25).
Keempat
ayat di atas memberikan bukti-bukti keesaan dan kekuasaan Allah Swt. lafadz
“Ayat” di atas ditafsir oleh Imam Jalalain sebagai dalil-dalil atas kekuasaan
Allah.
Diantara kekuasaan-kakuasaan-Nya yakni:
1.
Menciptakan langit dan bumi beserta seluruh isinya.
2.
Menciptakan (menjadikan) bahasa dan kulit yang
berbeda-beda.
Allah menciptakan ilmu dharuri dalam (kehidupan) kita dan
kita memahaminya dengan bahasa, sebagian bahasa diantara kita itu berbeda-beda.
3.
Menidurkan di waktu malam, dan usaha manusia dalam
mencari sebagian dari karunia-Nya di siang hari.
4.
Memperlihatkan kapada manusia kilat untuk (menimbulkan)
ketakutan dan harapan.
5.
Menurunkan air hujan untuk menghidupkan bumi dengannya
setelah mati.
6.
Berdirinya langit dan bumi.
7.
Ketika Dia memanggil manusia satu panggilan, seketika itu
juga keluar dari kubur.
Ayat-ayat akan kekuasaan Allah tersebut dapat dimengerti
bagi orang-orang yang mengetahui, mendengarkan, dan berakal.
Menurut Al-Maraghi
orang-orang yang mengetahui maksudnya adalah dengan disebutkan dalil-dalil
tersebut bagi orang-orang yang memiliki ilmu dia akan berfikir tentang ciptaan
Allah, kemudian mereka mengetahui bahwa tidak ada yang sia-sia pada
ciptaan-Nya, akan tetapi justru memiliki hikmah besar yang terdapat pelajaran
di dalamnya. Orang-orang yang mendengarkan maksudnya adalah orang-orang yang
mau mendengarkan nasihat dan menasihati dengannya., memahami dalil-dalil atas
mereka.
Dan orang-orang yang berakal adalah orang-orang yang mentadabburi (memikirkan)
akan ciptaan-Nya.
Thabaththaba’I
menjelaskan bahwa fushilat ayat-ayat yang lalu, yang dimulai dengan
yafakkarun/berpikir (ayat 21), lalu li al-‘alamin/bagi orang-orang yang alim
(ayat 22), lalu yasma’un/mendengarkan (ayat 23), lalun ya’qilun (24) dengan
urutan seperti itu. Susunan tersebut demikian, karena manusia berpikir terlebih
dahulu, dan ini mengantar dia dapat menjadi alim (orang yang berpengetahuan).
Selanjutnya bila dia mendengar suatu kebenaran, dia akan menangkapnya lalu
mengikutinya atau dalam istilah al-Qur’an ya’qil yakni menjadikan dia terikat
dengannya serta mengikat dirinya sehingga tidak terjerumus dalam kesalahan.
Setelah dijelaskan
tentang bukti-bukti wujud Allah, maka perlu ditegaskan bahwa yang diimani
adalah Allah Swt. yang Maha Esa, sebagaimana yang tercantum dalam Q.S.
Al-Baqarah ayat 163:
وَاٰٰلهكمْ الهّ واحدّ لا الهّ الاّهوُ الرّحمنُ الرّحيمُ (البقرة:163)
“Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak
ada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” (Al-Baqarah:163).
Lafadz ”وَاٰٰلهكمْ” di atas menurut Imam Jalalain diartikan sebagai dzat yang
haq untuk disembah dan lafadz “الهّ واحد” ditafsiri
dengan tidak ada yang menyerupai dalam dzat maupun sifat-Nya.
Kemudian, Imam Shawi menjabarkan pengertian “tidak adanya yang menyetarai
Allah” baik pada dzat maupun sifat-Nya, adalah bahwa tidak ada yang setara pada
dzat-Nya yakni tidak ada tersusunnya dzat Allah terdiri dari beberapa juz, dan
tidak ada satupun yang menyerupai dzat-Nya, tidak ada yang setara pada
sifat-Nya adalah bahwa sifat Allah tidak terbilang dari satu jinis sifat (Allah
tidak mempunyai 2 sifat yang sejenis) seperti tidak adanya 2 sifat Ilmu, 2
sifat Sama’, dsb. Juga tidak ada yang menyetarai dalam perbuatan-Nya artinya
tidak ada seorangpun yang mempunyai perbuatan yang menyertai-Nya.
Imam Thabari memberikan penjelasan
bahwa lafadz “وَاٰٰلهكمْ الهّ واحدّ” berarti Tuhan yang haq disembah hanya satu tidak ada
yang menyerupai-Nya dan tidak ada yang setara dengan-Nya.
Lafadz “لا اله
الاّالله” mencakup
dua perkara yakni, menghilangkan kecacatan dari rububiahNya, dan membersihkan
kehaqanNya dari sifat rendah.
Quraish Shihab
menafsirkan ayat tersebut bahwa “Allah adalah Tuhan kamu semua, hai manusia yang mukmin, kafir atau
munafik. Hanya Dia yang berhak kamu sembah. Siapa yang menyembah selain-Nya
atau sesuatu bersama-Nya, maka ibadahnya tidak diterima. Dia yang Maha Esa
dalam dzat, sifat, dan perbuatan-Nya. Tiada Tuhan yang berhak disembah, tiada
juga penguasa yang menguasai dan mengatur seluruh alam raya melainkan Dia. Dia
Yang Maha Pemurah yang melimpahkan rahmat di dunia untuk seluruh makhluk tanpa
pilih kasih, serta lagi Maha Penyayang melimpahkan rahmat khusus untuk yang
taat kepada-Nya di hari kemudian nanti.
Tuhan yang wajib diimani
adalah Allah Yang Maha Esa juga yang mempunyai segala kekuasaan, hal ini
dijelaskan dalam surat Al-Baqarah:255 sebagai berikut:
اللّهُ لاالهَ الا هو الحىُّ القيّومُ لاتأخذُه سِنَةّ ولا نومّ له ما فى السّموتِ وما
فى الارضِ من ذالّذى يشفعُ عنده الاّ بإذنه يعلم ما بين ايديهم وما خلفهم ولا
يحيطون بشيئ من
علمه إلاّ بما شاءَ وسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمٰواتِ وَالاَرْضَ ولا يؤوده حِفظهُما
وهو العليُّ العظيمُ (البقرة:255)
“Allah tidak ada Tuhan melainkan Dia yang hidup kekal
lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur.
kepunyaanNya apa yang di langit dan di bumi. Siapakah yang dapat member
syafa’at di sisi Allah tanpa izin-nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan
mereka dan di brlakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu
Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi.
Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tingga lagi
Maha Besar.”
(Al-Baqarah:255).
Sifat-sifat Allah yang
dikemukakan dalam ayat ini disusun sedemikian rupa sehingga menampik setiap
bisikan negative yang dapat menghasilkan keraguan tentang pemeliharaan dan
perlindungan Allah. Demikian sifat-sifat Allah yang terdapat dalam Q.S.
Al-Baqarah:255:
1. Al-Hayyu:
yang Maha Hidup dengan kehidupan yang kekal.
Menurut Jalaluddin “Al-Hayyu” mempunyai arti kehidupan
yang tetap dan kekal.
Menurut Imam M.Rasyid Ridha “Al-Hayyu” yang dimaksud adalah pemilik (yang
mepunyai) kehidupan.
2. Al-Qayyum
yakni yang terus-menerus mengurus makhluk-Nya.
Menurut Jalaluddin “Al-Qayyum” berarti orang yang
mencukupi secara terus-menerus dengan mengatur ciptaan-Nya.
3. لاتأخذُه
سِنَةّ ولا نومّ tidak
dapat dikalahkan oleh kantuk dan tidur. Allah terus-menerus jaga dan siap
siaga.
4. Yang
menguasai langit dan bumi.
5. Dia
Yang Maha Perkasa, sehingga berbicara di hadapan-Nya pun harus setelah
memperoleh restu-Nya.
6. Dia
yang mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan di belakang mereka, yakni
Allah mengetahui apa yang mereka lakukan dan rencanakan, baik yang berkaitan
dengan masa kini dan yang akan datang, maupun masa lampau.
7. Dialah
yang mengizinkan makhluk-Nya untuk mengetahui apa yang telah direncanakan
oleh-Nya.
8. Kursi-Nya
mencakup langit dan bumi. Kursi di sini dimaknai sebagai kekuasaan atau
ilmu-Nya.
Menurut Imam M. Rasyid Ridha Kursi berarti ilmu Allah.
9. Allah
tidak berat untuk memelihara keduanya (langit dan bumi), Allah Maha Tinggi lagi
Maha Agung.
Demikianlah dua ayat yang
menjelaskan bahwa yang diimani yakni Allah yang Maha Esa dan kuasa atas
segalanya. Pembahasan selanjutnya yakni cara pengenalan kita kepada Allah.
Betapa terbatasnya
manusia, sehingga secara dhahir manusia belum dapat melihat wujud Allah secara
nyata dan kasat mata, akan tetapi Allah telah memperkenalkan wujud-Nya kepada
manusia dengan nama-nama-Nya yang terbaik yang sering disebut “asmaul Husna”
diantaranya adalah sebagaimana yang tercantum dalam Q.S. Al-Hasyr ayat 22-24
هُوَ
اللّه لاإلهَ إلاّ هو عالِمُ الغَيْبِ والشَّهادَةِ هوَ الرّحمٰن الرّحيم
(الحشر:22)
“Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Maha
Mengetahui yang ghaib dann yang nyata, Dialah Yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang.”
(Al-Hasyr:22).
هُوَ
اللّه لاإاله إلآ هو المَلِكُ القُدّوسُ السّلامُ المُؤمنُ المُهَيْمنُ العزيز
ُالجبّارُ المتكبّرُ سبحانَ اللّه عمّا يُشْرِكُون (الحشر:23)
“Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Maha Raja,
Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Maha Mengkaruniakan keamanan, Yang
Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Maha Memiliki segala
keagungan. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (Al-Hasyr:23).
هُوَاللّه
الخالقُ البارِئُ المصوّرُ لَهُ الاَسماَءُ الحُسنٰى يُسَبِّحُ لَهُ ما فى
السَّمٰوٰتِ والارضِ وهو العزيزُ الحكيمُ (الحشر:24)
“Dialah Allah Yang Maha Menciptakan, Yang Maha Mengadakan, Yang
Maha Membentuk Rupa, yang mempunyai nama-nama yang paling baik. Bertasbih
kapada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dialah yang Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana.”
(Al-Hasyr:24).
Ayat-ayat di atas
menjelaskan bahwa Allah Swt. mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
1. Esa, tiada
Tuhan selain Dia.
2. Mengatahui yang
ghaib dan yang nyata.
Menurut Raghib Al-Isfahyani, Rahman berarti kasih saying nya
ada di dunia, umum untuk orang mukmin dan kafir.
4. Rahim.
Berarti kasih sayangnya yang di akhirat, dikhususkan untuk
orang-orang mukmin.
5. Malik (maha Raja)
Kata Malik mengandung makna kekuatan atau keshahihan. Kata
ini terulang di dalam Al-Qur’an sebanyak lima kali. Al-Malik mengandung
arti penguasaan terhadap sesuatu disebabkan oleh kekuatan pengendalian dan
keshahihannya.
6. Quddus (Maha Suci)
Al-Quddus
mengandung makna kesucian.
Menurut Ath-Thabari Al-Quddus berarti yang penuh keberkatan.
Ada ulama’ yang mengartikan sebagai yang menghimpun semua makna-makna yang baik
atau yang terpuji dengan segala macam kebajikan.
7. Salam (Maha Sejahtera)
Kata “As-Salam” terambil dari akar kata “salima” yang
maknanya berkisar pada keselamatan dan keterhindaran dari segala yang tercela.
Allah adalah as-salam karena Yang Maha Esa itu terhindar dari segala aib,
kekurangan dan kepunahan yang dialami para makhluk. Ibn ‘Arabi menyatakan bahwa
semua ulama’ sepakat bahwa nama as-salam yang dinisbahkan kepada Allah berarti Dzu
as-Salamah yakni pemilik As-Salamah.
Menurut Abu Muhammad Abdulhaq bin Ghalib bin ‘Athiyyah Al-Andalusiy, “As-Salam”
berarti yang selamat dari aniaya-Nya.
Sedangkan menurut Ath-Thabari “As-Salam” berarti yang menyelamatkan
ciptaan-Nya dari aniaya-Nya.
8. Mukmin (Maha Mengkaruniakan Keamanan)
Kata “al-mu’min” terambil dari akar kata ”amina”,
yang melahirkan sekian banyak bentuk antara lain iman, amanah, dan aman.
Amanah adalah lawan dari kalimat khianat yang melahirkan ketenangan batin serta
rasa aman karena adanya pembenaran dan kepercayaan terhadap sesuatu, sedang
iman adalah pembanaran hati dan kepercayaan terhadap sesuatu.
Menurut Ibn ‘Athiyyah Al-Andalusiy, mu’min merupakan isim fa’il dari “amana”
yang berarti aman.
Sedangkan menurut Ath-Thabari adalah yang mengamankan penciptaan-Nya dari
kedhaliman-Nya.
9. Muhaimin (Maha Memelihara)
Menurut Ath-Thabari “Muhaimin” berarti yang menyaksikan.
Pendapat yang lebih kuat adalah yang mengartikan “al-muhaimin” sebagai
yang menjadi saksi terhadap sesuatu serta memeliharanya.
10. Aziz (maha Perkasa)
Kata “al-aziz” terambil dari akar kata yang terdiri dari dua
huruf, yaitu ‘ain dan zai, maknanya berkisar pada kekukuhan dan
kemantapan.
Menurut ibn Katsir “al-aziz” berarti yang menguatkan segala sesuatu
sehingga mengalahkannya, dan mengalahkan sesuatu sehingga tidak dapat
menolaknya.
Menurut Ibn ‘Athiyyah “al-aziz” berarti yang tidak dikalahkan .
11. Jabbar (Maha Kuasa)
“Al-Jabbar”
mengandung makna keagungan, ketinggian, dan istiqomah yakni konsistensi. Allah
adalah Al-Jabbar karena ketinggian sifat-sifat-Nya yang menjadikan siapapun
tidak mampu menjangkau-Nya. Al-Biqa’I menafsirkan kata Jabbar dengan “ Yang
Maha Tinggi sehingga memaksa yang rendah untuk tunduk kepada apa yang
dikehendaki-Nya, dan tidak terlihat atau terjangkau oleh yang rendah apa yang
mereka harapkan untuk diraih dari sisi-Nya, ketundukan dan ketidakterjangkauan
yang nampak secara amat jelas”.
Menurut Ath-Thabari “Al-Jabbar” berarti yang memperbaiki urusan
makhluk-Nya, melakukan semua dalam kebaikan mereka semua.
12. Mutakabbir (maha Memiliki Segala Keagungan)
Kata ini terambil dari akar kata yang mengandung makna kebesaran
serta lawan dari kemudahan atau kekecilan. Ulama’ berpendapat bahwa makna asal
dari kata ini adalah keengganan atau ketidaktundukan, jadi Allah yang bersifat Mutakabbir
mereka pahami dalam arti Dia yang enggan menganiaya hamba-Nya.
Dalam tafsir al-wajiz dijelaskan bahwa makna “Al-mutakabbir” adalah yang
padanya takabbur itu haq.
13. Al-Khaliq (Maha Menciptakan)
Al-Khaliq
terambil dari akar kata “khalaqa” yang arti dasarnya mengukur atau
memperhalus. Kemudian berkembang antara lain dengan arti, menciptakan (dari
tiada), menciptakan (tanpa satu contoh terlebih dahulu), mengatur, dan membuat.
Menurut pakar bahasa az Zajjaj Khalq jika dimaksudkan dengannya sifat Allah,
maka dia adalah awal proses penciptaan.
14. Al-Bari’ (Maha Mengadakan)
Kata “al-bari” terambil dari kata “al-bar’u” yang
berarti memisahkan sesuatu dari sesuatu. Dalam tulisan az Zajjaj “setiap yang
diciptakan dalam bentuk tertentu, pasti didahului oleh pengukuran, tidak
sebaliknya, karena yang diukur belum tentu dibentuk secara tertentu”.
Menurut Ibnu Jarir Ath-Thabari “al-bari’’ adalah yang mengadakan
penciptaan, kemudian mewujudkannya dengan kekuasaan-Nya.
15. Al-Mushowwir (Maha Membentuk Rupa)
Kata “al-mushowwir”, terambil dari kata “showwara”
yang berarti memberi rupa, cara dan substansi bagi sesuatu, sehingga berbeda
dengan selainnya.
menurut Ibnu Katsir, “al-mushowwir” berarti yang memutuskan apa yang
telah dikehendaki perwujudannya atas sifat yang dikehendakinya.
Menurut Ibnu ‘Athiyyah Al-Andalusiy “al-mushowwir” adalah Dia yang
mewujudkan rupa atau bentuk.
Allah al-khaliq karena Dia
yang mengukur kadar ciptaan-nya, Dia al-bari’ karena Dia menciptakan dan
mengadakan dari kletiadaan, dan Allah adalah al-mushowwir karena Dia yang
memberinya bentuk dan rupa, cara dan substansi bagi ciptaan-Nya.
Dari kelima belas sifat di atas
terangkum dalam asma’ul husna yang berjumlah 99 yang datang (warid) dari
hadits.
Pada penutupan surat ada lafadz
al-hakim yang dipahami oleh sementara ulama’ dalam arti yang memiliki hikmah,
sedang hikmah antara lain berarti mengetahui yang paling utama dari segala
sesuatu, baik pengetahuan maupun perbuatan.
Kebanyakan sifat Allah al-Hakim
dirangkaikan dengan al-‘Aziz. Ini agaknya menunjukkan bahwa ketetapan yang
diambil Allah dilaksanakan-Nya sesuai yang dikehendaki-Nya, dan tidak satupun
yang dapat menghalangi terlaksananya kehendak itu.
Demikianlah cara Allah mengenalkan
diri-Nya kepada manusia, yakni melalui asma-asma terbaik-Nya (asma’ul husna).
BAB V
RELEVANSI IMAN
KEPADA ALLAH DENGAN PENDIDIKAN
Uraian mengenai keimanan kepada Allah sebagaimana dapat dipahami
dari kandungan surat Al-Hasyr ayat 22-24 tersebut memiliki hubungan erat dengan
pendidikan Islam. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Dari segi kedudukannya
Keimanan kepada Allah dengan segala
uraian yang berkaitan dengannya selain menjadi materi utama pendidikan Islam,
juga dapat menjadi dasar bagi perumusan tujuan pendidikan, dasar penyusunan
kurikulum, dan aspek-aspek pendidikan lainnya.
Di kalangan para ahli pendidikan
disepakati bahwa mata pelajaran tentang keimanan termasuk mata pelajaran pokok
dalam pendidikan Islam. Selanjutnya tujuan pendidikan dalam Islam juga harus
berkaitan dengan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah. Para ahli pendidikan
misalnya sepakat bahwa tujuan pendidikan Islam adalah menciptakan
pribadi-pribadi yang taat beribadah kepada Allah dalam arti seluas-luasnya.
2.
Dari segi fungsinya
Keimanan kepada Allah berfungsi
mendorong bagi upaya meningkatkan di bidang pengembangan ilmu pengetahuan. Hal
itu dapat dipahami dari keharusan orang-orang yang beriman agar memperkuat
keimanannya dengan dalil-dalil yang bersifat naqli (Al-Qur’an dan Al-Hadits),
maupun dalili-dalil aqli yang dibangun dari argumentasi rasional. Keimanan
kepada Allah tidak boleh didasrkan pada ikut-ikutan atau taqlid. Hal yang
demikian ditekankan di sini, karena dari keimanan yang didasarkan pada
argumentasi itulah yang dapat menimbulkan sikap tanggung jawab, kreatif,
dinamis, serta inovatif. Sikap yang demikian muncul sebagai hasil dari proses
internalisasi sifat-sifat Tuhan dalam diri manusia dan manifestasinya dalam
kenyataan hidup sesuai kadar kesanggupannya.
Menurut Zakiyah
Darajat salah satu dari tujuan pendidikan Islam adalah teguh imannya, ini mengisyaratkan bahwa yang dimaksud iman
adalah iman kepada Allah (mengesakan-Nya). Selain itu, di dalam salah satu
prinsip pendidikan Islam yaitu prinsip persamaan dan pembebasan, dikembangkan
dari nilai tauhid, bahwa Tuhan adalah Esa.
Jadi Q.S. Al-Baqarah ayat 163 dan 255 mempunyai urgensi di dalam menjelaskan
tujuan dan prinsip pendidikan Islam. Terutama dalam prinsip persamaan dan
pembebasan.
Q.S. Ar-Ruum ayat
22-25 memiliki relevansi dalam pendidikan, bahwa dalam dunia pendidikan
senantiasa melakukan perenungan-perenungan akan ciptaan-Nya untuk mengokohkan
iman, juga mengajarkan untuk selalu mendengarkan tadbir-tadbir yang ada,
memikirkannya, sehingga memiliki ilmunya serta dapat mengamalkannya. Demikian
pula pada Q.S. Ar-Ruum ayat 30 memberikan pesan pada dunia pendidikan untuk
selalu mengajarkan keimanan kepada-Nya karena itulah yang menjadi pokok dalam
pendidikan.
BAB
VI
PENUTUP
Dari pembahasan di
atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian dari Iman kepada Allah adalah
meyakini aka nada-Nya, membenarkannya dalam hati dan lisan, serta diiringi
dengan melakukan amal saleh. Sedangkan untuk memahami makna Iman kepada Allah
adalah dengan cara perenungan-perenungan akan ciptaan-Nya, sehingga dari
situlah Iman yang sesungguhnya dapat terwujud dan dapat lebih kokoh. Allah,
Yang Maha Esa, yang diimani dengan segala kekuasaaan-Nya. Allah juga telah
mengenalkan diri-Nya (wujud-Nya) kepada manusia melalui sifat-sifat yang
terangkum dalam asma-asma terbaik-Nya yang berjumlah 99.
Demikianlah
makalah ini penulis susun, kritik konstruktif senantiasa penulis harapkan dari
pembaca yang budiman. Semoga makalah ini bermanfaat bagi keilmuan kita semua.
Amiin.
REFERENSI
Abdulhaq, Abu Muhammad bin Ghalib bin ‘Athiyyah Al-Andalusiy. 2007.
Tafsir Al-Wajiz, jilid.5. Dar Alkutub Alaliyah.
Ahmadi, Abu dan Noor Salimi. 2004. Dasar-dasar Pendidikan Agama
Islam. Bumi Aksara: Jakarta.
Al-Ishfahyani, Raghib. t.t. Mu’jam Mufrodi Alfadli Alquran.
Darul Fikr.
Al-Mahalli, Jalaluddin Muhammad bin Ahmad dan Jalaluddin
Abdurrahman bin Abi Bakar As-Suyuthi. t.t. Tafsir Al-Qur’an, juz.1 dan 2.
Darul Fikr.
Al-Maraghi, Ahmad Musthafa. t.t. Tafsir Al-Maraghi, juz.21.
As-Salimi, Abu Abdurraman Muhammad bin Al-Husain bin Musa Al-Azdi.
t.t. Tafsir As-Salimi, juz.1. Dar Alkutub Alilmiyah: Libanon.
Ath-Thabari, Abu Ja’far Muhammad bin Jarir. t.t. Tafsir
Ath-Thabari, juz.2,9, dan 10. Darul Hadits: Kairo.
Hamzah, Muchotob, dkk. 2004. Tafsir Maudlu’I Al-Muntaha.
LKiS Pelangi Aksara: Yogyakarta.
Katsir, Ibnu. 2008. Tafsir Ibnu Katsir. Dar Alwafa’: Mesir.
Nata, Abudin. 2002. Tafsir Ayat-ayat Pendidikan. Raja
Grafindo: Jakarta.
Ridha, Imam M. Rasyid. 2005. Tafsir Al-Manar, jilid.3. Dar
Alkutub Alilmiyah: Libanon.
Roqib, Moh. 2009. Ilmu Pendidikan Islam. LKiS: Yogyakarta.
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Mishbah, volume.1, 11, dan
14. Lentera Hati: Jakarta.
Showi, Ahmad Al-Maliki. t.t. Hasyiyah Al-Allamah Ash-Showi,
juz.1 dan 3. Darul Fikr.
MAKALAH
Disusun
guna memenuhi tugas
Mata
kuliah : Tafsir Tarbawi
Dosen
pengampu :M.Dzofir, M.Ag
Disusun oleh:
Nama
: Ummu Bashiroh
NIM : 111088
Kelas : PAI/C
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN TARBIYAH/ PAI
TAHUN
2012
BAB I
PENDAHULUAN
Iman merupakan pembahasan pokok di
dalam agama yang juga mempunyai pengaruh signifikan dalam kehidupan manusia.
Sebagaimana keterangan Al-Qur’an yang telah menjelaskan bahwa setiap manusia
mempunyai fitrah untuk beragama yang hanif, yakni agama Islam, agama yang
mengajarkan untuk mengimani-Nya serta mentauhidkan-Nya.
Iman kepada Allah Swt. merupakan
induk dari Iman kepada malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya,
hari kiamat, dan qadha’ qadar-Nya.
Iman kepada-Nya sudah barang tentu
harus mengenal-Nya, Allah telah mengenalkan wujud-Nya dengan apa yang ada di
langit dan di bumi untuk ditadabburi oleh manusia, juga melalui asma-asma
terbaik-Nya yang disebut dengan asma’ul husna.
Berdasarkan ilustrasi di atas,
penulis menyadari betapa urgennya untuk memahami hakikat dari Iman kepada Allah
swt., sekaligus implementasi serta pengenalan-Nya dalam kehidupan.
Maka dari itu, dalam makalah ini,
penulis memaparkan tentang pengertian serta makna Iman kepada Allah Swt.
dipandang dari sudut tafsir Al-Qur’an.
BAB II
AYAT-AYAT YANG TERKAIT
وَاٰٰلهكمْ الهّ واحدّ لا الهّ الاّهوُ الرّحمنُ الرّحيمُ (البقرة:163)
“Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak
ada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” (Al-Baqarah:163).
اللّهُ لاالهَ الا هو الحىُّ القيّومُ لاتأخذُه سِنَةّ ولا نومّ له ما فى السّموتِ وما
فى الارضِ من ذالّذى يشفعُ عنده الاّ بإذنه يعلم ما بين ايديهم وما خلفهم ولا
يحيطون بشيئ من
علمه إلاّ بما شاءَ وسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمٰواتِ وَالاَرْضَ ولا يؤوده حِفظهُما
وهو العليُّ العظيمُ (البقرة:255)
“Allah tidak ada Tuhan melainkan Dia yang hidup kekal
lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur.
kepunyaanNya apa yang di langit dan di bumi. Siapakah yang dapat member
syafa’at di sisi Allah tanpa izin-nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan
mereka dan di brlakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu
Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi.
Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tingga lagi
Maha Besar.”
(Al-Baqarah:255).
ومن
ايتِه خلقَ السّمٰوات والارض واختلافُ السنتكُم والوانِكم انّ فى ذالك لاٰيت
للعالمينَ (الرّوم:22)
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan
langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
mengetahui.”
(Ar-Ruum:22).
ومن
ايتِه منامُكم بالّيلِ والنّهارِ وابتغاؤُكم من فضلِه انَّ فى ذٰلك لاٰية لقوم
يّسمعونَ (الرّوم:23)
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu di
waktu malam dan siang hari dan usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum
yang mendengarkan.”
(Ar-Ruum:23).
ومن
ايته يُريكم البرقَ خوفاً وطمعاً وّيُنَزِّلُ من السّماءِ ماءَ فيحي به الارضَ بعد
موتِها إنّ في ذٰلك لاٰيت لقومً
يّعقلون (الرّوم:24)
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia memperlihatkan
kepadamu kilat untuk (menimbulkan) ketakutan dan harapan, dan Dia menurunkan
air hujan dari langit, lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum
yang mempergunakan akalnya.” (Ar-Ruum:24).
ومن
ايته ان تقومَ السّماءُ والارض بأمره ثمّ اذا دعا كم دعوة مّن الارضِ اذا أتنم تخرُجون
(الرّوم:25)
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah berdirinya
langit dan bumi dengan iradat-Nya. Kemudian apabila Dia memanggil kamu sekali
panggil dari bumi, seketika itu (juga) kamu keluar (dari kubur).” (Ar-Ruum:25).
فأقم
وجهَك للدّين حنيفاً فطرةَ الّله التّى فطَرَ النّاسَ عليها لا تبدِ يل لخلق لا
يعلمون (الرّوم:30)
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah);
(tetaplah atas) fithrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah
itu. Tidak adaperubahan pada fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Ar-Ruum:30).
هُوَ
اللّه لاإلهَ إلاّ هو عالِمُ الغَيْبِ والشَّهادَةِ هوَ الرّحمٰن الرّحيم
(الحشر:22)
“Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Maha
Mengetahui yang ghaib dann yang nyata, Dialah Yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang.”
(Al-Hasyr:22).
هُوَ
اللّه لاإاله إلآ هو المَلِكُ القُدّوسُ السّلامُ المُؤمنُ المُهَيْمنُ العزيز ُالجبّارُ
المتكبّرُ سبحانَ اللّه عمّا يُشْرِكُون (الحشر:23)
“Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Maha Raja,
Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Maha Mengkaruniakan keamanan, Yang
Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Maha Memiliki segala
keagungan. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (Al-Hasyr:23).
هُوَاللّه
الخالقُ البارِئُ المصوّرُ لَهُ الاَسماَءُ الحُسنٰى يُسَبِّحُ لَهُ ما فى السَّمٰوٰتِ
والارضِ وهو العزيزُ الحكيمُ (الحشر:24)
“Dialah Allah Yang Maha Menciptakan, Yang Maha Mengadakan, Yang
Maha Membentuk Rupa, yang mempunyai nama-nama yang paling baik. Bertasbih
kapada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dialah yang Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana.”
(Al-Hasyr:24).
BAB III
MUFRODAT
اله:
Tuhan yang disembah
واحد: Satu
الحىّ:
Yang Hidup
القيّوم:
Yang Berdiri dengan sendirinya
يعلم:
mengetahui
كرسىّ:
kursi (ilmu Allah)
العليّ:
Maha Tinggi
العظيم:
Maha Besar
السنتكم:
Bahasa Kalian
الوانكم:
Warna Kulit Kalian
ايا ت:
Tanda-tanda
عا لمين:
Orang-orang Yang Mengetahui
يسمعون:
Orang-orang Yang Mendengarkan
دعوة:
Sekali Panggilan
حنيفا:
Lurus
فطرة:
Fitrah
الرحمن:
Maha Pemurah
الرحيم:
Maha Pengasih
الملك:
Maha Raja
القدوّس:
Maha Suci
السّلام:
Maha Sejahtera
المؤمن:
Maha Mengkaruniakan keamanan
المهيمن:
Maha Memelihara
العزيز:
Maha Perkasa
الجبّار:
Maha Kuasa
المتكبّر: Maha Memiliki segala Keagungan
الخالق:
Maha Pencipta
البارئ:
Maha Mengadakan
المصوّر:
Maha Membentuk
سبحان:
Maha Suci
الاسماء الحسنى :
Nama-nama Yang Paling Baik
BAB IV
PEMBAHASAN
1. Definisi Iman Kepada Allah Swt.
Pada dasarnya semua manusia dilahirkan dalam keadaan hanif atau
sering disebut dengan fitrah Allah, sebagaimana yang tercantum dalam Q.S.
Ar-Ruum:30
فأقم
وجهَك للدّين حنيفاً فطرةَ الّله التّى فطَرَ النّاسَ عليها لا تبدِ يل لخلق لا
يعلمون
(الرّوم:30)
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama
(Allah); (tetaplah atas) fithrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu. Tidak adaperubahan pada fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus;
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Ar-Ruum:30).
Kata “حنيفا” biasanya diartikan lurus atau cenderung kepada
sesuatu.
Menurut Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuti, Hanif berarti
condong kepadanya artinya memurnikan agama Allah.
Menurut Imam Ath-Thabari “hanifan” berarti lurus kepada agama-Nya dan
mena’ati-Nya.
Menurut Al-Ishfahyani “hanif” berasal dari kata “hanafa” yang berarti condong
dari kesesatan kepada istiqomah.
Jadi,
yang dimaksudkan dengan agama yang hanif adalah agama allah Swt. yakni agama
Islam yang mengajarkan untuk mengimani-Nya.
Selain
kata hanif, ayat di atas juga menyebutkan kata “fitrah”. Kata fitrah tarambil
dari kata fathara yang berarti mencipta. Sementara pakar menambahkan, fitrah
adalah “mencipta sesuatu pertama kali/tanpa ada contoh sebelumnya.
Menurut
Al-Biqa’I, yang dimaksudkan fitrah adalah penerimaan kebanaran dan kemantapan
mereka dalam penerimaannya.
Sedangkan menurut Al-Maraghi, fitrah adalah keadaan yang mana Allah menciptakan
manusia dari nafsu untuk kebenaran, dan bangunan tubuhnya untuk akalnya.
Dari
penjelasan di atas, dapat diambil pengertian bahwa pada hakikatnya semua
manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah untuk beragama hanif, yakni agama Islam
yang didasarkan pada keimanan kepada Allah Swt. sebagaimana yang dijelaskan
oleh Imam al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumiddin bahwa “Setiap manusia telah
diciptakan atas dasar keimanan kepada Allah bahkan atas potensi mengetahui
persoalan-persoalan sebagaimana adanya potensi pengetahuan (padanya).
Kedua
hal di atas (fithrah tauhid dan penciptaan manusia dalam keadaan hanif)
merupakan inti keimanan kepada Allah.
Sedangkan
definisi dari Iman sendiri adalah meyakini dengan sepenuh hati, dengan pembenaran
pada lisan juga hati, serta diikuti dengan melakukan amal saleh.
Jadi, pengertian Iman kepada Allah adalah meyakini akan adanya Allah,
membenarkannya dalam hati dan lisan, serta diiringi dengan amal saleh.
2. Makna Iman Kepada Allah Swt.
Wujud
atau adanya Allah, bukanlah merupakan sesuatu hal yang sulit dimengerti, sebab
fitrah manusia sendiri telah membuktikan dan mengakui adanya Allah tersebut.
Fitrah manusia dalam perjalanan hidupnya pasti akan menemukan bukti-bukti
adanya Allah, tetapi kenyataannya kadang-kadang menjadikan bahwa zat Allah
tersebut seolah-olah tidak ada, sebab baik Zat maupun kekuasaan-Nya sangat
dekat dengan fitrah manusia itu sendiri. Karena begitu dekatnya sehingga ia
(manusia) tidak menyadarinya.
Untuk
memahami masalah ini memang dibutuhkan adanya pemikiran yang cukup mendalam dan
bahkan juga perenungan.
Sebagaimana
firman Allah yang tercantum dalam Q.S. Ar-Ruum ayat 22-25:
ومن
ايتِه خلقَ السّمٰوات والارض واختلافُ السنتكُم والوانِكم انّ فى ذالك لاٰيت
للعالمينَ
(الرّوم:22)
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan
langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
mengetahui.”
(Ar-Ruum:22).
ومن
ايتِه منامُكم بالّيلِ والنّهارِ وابتغاؤُكم من فضلِه انَّ فى ذٰلك لاٰية لقوم يّسمعونَ
(الرّوم:23)
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu di
waktu malam dan siang hari dan usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum
yang mendengarkan.”
(Ar-Ruum:23).
ومن
ايته يُريكم البرقَ خوفاً وطمعاً وّيُنَزِّلُ من السّماءِ ماءَ فيحي به الارضَ بعد
موتِها إنّ في ذٰلك لاٰيت لقومً
يّعقلون (الرّوم:24)
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia memperlihatkan
kepadamu kilat untuk (menimbulkan) ketakutan dan harapan, dan Dia menurunkan
air hujan dari langit, lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum
yang mempergunakan akalnya.” (Ar-Ruum:24).
ومن
ايته ان تقومَ السّماءُ والارض بأمره ثمّ اذا دعا كم دعوة مّن الارضِ اذا أتنم
تخرُجون (الرّوم:25)
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah berdirinya
langit dan bumi dengan iradat-Nya. Kemudian apabila Dia memanggil kamu sekali
panggil dari bumi, seketika itu (juga) kamu keluar (dari kubur).” (Ar-Ruum:25).
Keempat
ayat di atas memberikan bukti-bukti keesaan dan kekuasaan Allah Swt. lafadz
“Ayat” di atas ditafsir oleh Imam Jalalain sebagai dalil-dalil atas kekuasaan
Allah.
Diantara kekuasaan-kakuasaan-Nya yakni:
1.
Menciptakan langit dan bumi beserta seluruh isinya.
2.
Menciptakan (menjadikan) bahasa dan kulit yang
berbeda-beda.
Allah menciptakan ilmu dharuri dalam (kehidupan) kita dan
kita memahaminya dengan bahasa, sebagian bahasa diantara kita itu berbeda-beda.
3.
Menidurkan di waktu malam, dan usaha manusia dalam
mencari sebagian dari karunia-Nya di siang hari.
4.
Memperlihatkan kapada manusia kilat untuk (menimbulkan)
ketakutan dan harapan.
5.
Menurunkan air hujan untuk menghidupkan bumi dengannya
setelah mati.
6.
Berdirinya langit dan bumi.
7.
Ketika Dia memanggil manusia satu panggilan, seketika itu
juga keluar dari kubur.
Ayat-ayat akan kekuasaan Allah tersebut dapat dimengerti
bagi orang-orang yang mengetahui, mendengarkan, dan berakal.
Menurut Al-Maraghi
orang-orang yang mengetahui maksudnya adalah dengan disebutkan dalil-dalil
tersebut bagi orang-orang yang memiliki ilmu dia akan berfikir tentang ciptaan
Allah, kemudian mereka mengetahui bahwa tidak ada yang sia-sia pada
ciptaan-Nya, akan tetapi justru memiliki hikmah besar yang terdapat pelajaran
di dalamnya. Orang-orang yang mendengarkan maksudnya adalah orang-orang yang
mau mendengarkan nasihat dan menasihati dengannya., memahami dalil-dalil atas
mereka.
Dan orang-orang yang berakal adalah orang-orang yang mentadabburi (memikirkan)
akan ciptaan-Nya.
Thabaththaba’I
menjelaskan bahwa fushilat ayat-ayat yang lalu, yang dimulai dengan
yafakkarun/berpikir (ayat 21), lalu li al-‘alamin/bagi orang-orang yang alim
(ayat 22), lalu yasma’un/mendengarkan (ayat 23), lalun ya’qilun (24) dengan
urutan seperti itu. Susunan tersebut demikian, karena manusia berpikir terlebih
dahulu, dan ini mengantar dia dapat menjadi alim (orang yang berpengetahuan).
Selanjutnya bila dia mendengar suatu kebenaran, dia akan menangkapnya lalu
mengikutinya atau dalam istilah al-Qur’an ya’qil yakni menjadikan dia terikat
dengannya serta mengikat dirinya sehingga tidak terjerumus dalam kesalahan.
Setelah dijelaskan
tentang bukti-bukti wujud Allah, maka perlu ditegaskan bahwa yang diimani
adalah Allah Swt. yang Maha Esa, sebagaimana yang tercantum dalam Q.S.
Al-Baqarah ayat 163:
وَاٰٰلهكمْ الهّ واحدّ لا الهّ الاّهوُ الرّحمنُ الرّحيمُ (البقرة:163)
“Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak
ada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” (Al-Baqarah:163).
Lafadz ”وَاٰٰلهكمْ” di atas menurut Imam Jalalain diartikan sebagai dzat yang
haq untuk disembah dan lafadz “الهّ واحد” ditafsiri
dengan tidak ada yang menyerupai dalam dzat maupun sifat-Nya.
Kemudian, Imam Shawi menjabarkan pengertian “tidak adanya yang menyetarai
Allah” baik pada dzat maupun sifat-Nya, adalah bahwa tidak ada yang setara pada
dzat-Nya yakni tidak ada tersusunnya dzat Allah terdiri dari beberapa juz, dan
tidak ada satupun yang menyerupai dzat-Nya, tidak ada yang setara pada
sifat-Nya adalah bahwa sifat Allah tidak terbilang dari satu jinis sifat (Allah
tidak mempunyai 2 sifat yang sejenis) seperti tidak adanya 2 sifat Ilmu, 2
sifat Sama’, dsb. Juga tidak ada yang menyetarai dalam perbuatan-Nya artinya
tidak ada seorangpun yang mempunyai perbuatan yang menyertai-Nya.
Imam Thabari memberikan penjelasan
bahwa lafadz “وَاٰٰلهكمْ الهّ واحدّ” berarti Tuhan yang haq disembah hanya satu tidak ada
yang menyerupai-Nya dan tidak ada yang setara dengan-Nya.
Lafadz “لا اله
الاّالله” mencakup
dua perkara yakni, menghilangkan kecacatan dari rububiahNya, dan membersihkan
kehaqanNya dari sifat rendah.
Quraish Shihab
menafsirkan ayat tersebut bahwa “Allah adalah Tuhan kamu semua, hai manusia yang mukmin, kafir atau
munafik. Hanya Dia yang berhak kamu sembah. Siapa yang menyembah selain-Nya
atau sesuatu bersama-Nya, maka ibadahnya tidak diterima. Dia yang Maha Esa
dalam dzat, sifat, dan perbuatan-Nya. Tiada Tuhan yang berhak disembah, tiada
juga penguasa yang menguasai dan mengatur seluruh alam raya melainkan Dia. Dia
Yang Maha Pemurah yang melimpahkan rahmat di dunia untuk seluruh makhluk tanpa
pilih kasih, serta lagi Maha Penyayang melimpahkan rahmat khusus untuk yang
taat kepada-Nya di hari kemudian nanti.
Tuhan yang wajib diimani
adalah Allah Yang Maha Esa juga yang mempunyai segala kekuasaan, hal ini
dijelaskan dalam surat Al-Baqarah:255 sebagai berikut:
اللّهُ لاالهَ الا هو الحىُّ القيّومُ لاتأخذُه سِنَةّ ولا نومّ له ما فى السّموتِ وما
فى الارضِ من ذالّذى يشفعُ عنده الاّ بإذنه يعلم ما بين ايديهم وما خلفهم ولا
يحيطون بشيئ من
علمه إلاّ بما شاءَ وسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمٰواتِ وَالاَرْضَ ولا يؤوده حِفظهُما
وهو العليُّ العظيمُ (البقرة:255)
“Allah tidak ada Tuhan melainkan Dia yang hidup kekal
lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur.
kepunyaanNya apa yang di langit dan di bumi. Siapakah yang dapat member
syafa’at di sisi Allah tanpa izin-nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan
mereka dan di brlakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu
Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi.
Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tingga lagi
Maha Besar.”
(Al-Baqarah:255).
Sifat-sifat Allah yang
dikemukakan dalam ayat ini disusun sedemikian rupa sehingga menampik setiap
bisikan negative yang dapat menghasilkan keraguan tentang pemeliharaan dan
perlindungan Allah. Demikian sifat-sifat Allah yang terdapat dalam Q.S.
Al-Baqarah:255:
1. Al-Hayyu:
yang Maha Hidup dengan kehidupan yang kekal.
Menurut Jalaluddin “Al-Hayyu” mempunyai arti kehidupan
yang tetap dan kekal.
Menurut Imam M.Rasyid Ridha “Al-Hayyu” yang dimaksud adalah pemilik (yang
mepunyai) kehidupan.
2. Al-Qayyum
yakni yang terus-menerus mengurus makhluk-Nya.
Menurut Jalaluddin “Al-Qayyum” berarti orang yang
mencukupi secara terus-menerus dengan mengatur ciptaan-Nya.
3. لاتأخذُه
سِنَةّ ولا نومّ tidak
dapat dikalahkan oleh kantuk dan tidur. Allah terus-menerus jaga dan siap
siaga.
4. Yang
menguasai langit dan bumi.
5. Dia
Yang Maha Perkasa, sehingga berbicara di hadapan-Nya pun harus setelah
memperoleh restu-Nya.
6. Dia
yang mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan di belakang mereka, yakni
Allah mengetahui apa yang mereka lakukan dan rencanakan, baik yang berkaitan
dengan masa kini dan yang akan datang, maupun masa lampau.
7. Dialah
yang mengizinkan makhluk-Nya untuk mengetahui apa yang telah direncanakan
oleh-Nya.
8. Kursi-Nya
mencakup langit dan bumi. Kursi di sini dimaknai sebagai kekuasaan atau
ilmu-Nya.
Menurut Imam M. Rasyid Ridha Kursi berarti ilmu Allah.
9. Allah
tidak berat untuk memelihara keduanya (langit dan bumi), Allah Maha Tinggi lagi
Maha Agung.
Demikianlah dua ayat yang
menjelaskan bahwa yang diimani yakni Allah yang Maha Esa dan kuasa atas
segalanya. Pembahasan selanjutnya yakni cara pengenalan kita kepada Allah.
Betapa terbatasnya
manusia, sehingga secara dhahir manusia belum dapat melihat wujud Allah secara
nyata dan kasat mata, akan tetapi Allah telah memperkenalkan wujud-Nya kepada
manusia dengan nama-nama-Nya yang terbaik yang sering disebut “asmaul Husna”
diantaranya adalah sebagaimana yang tercantum dalam Q.S. Al-Hasyr ayat 22-24
هُوَ
اللّه لاإلهَ إلاّ هو عالِمُ الغَيْبِ والشَّهادَةِ هوَ الرّحمٰن الرّحيم
(الحشر:22)
“Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Maha
Mengetahui yang ghaib dann yang nyata, Dialah Yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang.”
(Al-Hasyr:22).
هُوَ
اللّه لاإاله إلآ هو المَلِكُ القُدّوسُ السّلامُ المُؤمنُ المُهَيْمنُ العزيز
ُالجبّارُ المتكبّرُ سبحانَ اللّه عمّا يُشْرِكُون (الحشر:23)
“Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Maha Raja,
Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Maha Mengkaruniakan keamanan, Yang
Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Maha Memiliki segala
keagungan. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (Al-Hasyr:23).
هُوَاللّه
الخالقُ البارِئُ المصوّرُ لَهُ الاَسماَءُ الحُسنٰى يُسَبِّحُ لَهُ ما فى
السَّمٰوٰتِ والارضِ وهو العزيزُ الحكيمُ (الحشر:24)
“Dialah Allah Yang Maha Menciptakan, Yang Maha Mengadakan, Yang
Maha Membentuk Rupa, yang mempunyai nama-nama yang paling baik. Bertasbih
kapada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dialah yang Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana.”
(Al-Hasyr:24).
Ayat-ayat di atas
menjelaskan bahwa Allah Swt. mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
1. Esa, tiada
Tuhan selain Dia.
2. Mengatahui yang
ghaib dan yang nyata.
Menurut Raghib Al-Isfahyani, Rahman berarti kasih saying nya
ada di dunia, umum untuk orang mukmin dan kafir.
4. Rahim.
Berarti kasih sayangnya yang di akhirat, dikhususkan untuk
orang-orang mukmin.
5. Malik (maha Raja)
Kata Malik mengandung makna kekuatan atau keshahihan. Kata
ini terulang di dalam Al-Qur’an sebanyak lima kali. Al-Malik mengandung
arti penguasaan terhadap sesuatu disebabkan oleh kekuatan pengendalian dan
keshahihannya.
6. Quddus (Maha Suci)
Al-Quddus
mengandung makna kesucian.
Menurut Ath-Thabari Al-Quddus berarti yang penuh keberkatan.
Ada ulama’ yang mengartikan sebagai yang menghimpun semua makna-makna yang baik
atau yang terpuji dengan segala macam kebajikan.
7. Salam (Maha Sejahtera)
Kata “As-Salam” terambil dari akar kata “salima” yang
maknanya berkisar pada keselamatan dan keterhindaran dari segala yang tercela.
Allah adalah as-salam karena Yang Maha Esa itu terhindar dari segala aib,
kekurangan dan kepunahan yang dialami para makhluk. Ibn ‘Arabi menyatakan bahwa
semua ulama’ sepakat bahwa nama as-salam yang dinisbahkan kepada Allah berarti Dzu
as-Salamah yakni pemilik As-Salamah.
Menurut Abu Muhammad Abdulhaq bin Ghalib bin ‘Athiyyah Al-Andalusiy, “As-Salam”
berarti yang selamat dari aniaya-Nya.
Sedangkan menurut Ath-Thabari “As-Salam” berarti yang menyelamatkan
ciptaan-Nya dari aniaya-Nya.
8. Mukmin (Maha Mengkaruniakan Keamanan)
Kata “al-mu’min” terambil dari akar kata ”amina”,
yang melahirkan sekian banyak bentuk antara lain iman, amanah, dan aman.
Amanah adalah lawan dari kalimat khianat yang melahirkan ketenangan batin serta
rasa aman karena adanya pembenaran dan kepercayaan terhadap sesuatu, sedang
iman adalah pembanaran hati dan kepercayaan terhadap sesuatu.
Menurut Ibn ‘Athiyyah Al-Andalusiy, mu’min merupakan isim fa’il dari “amana”
yang berarti aman.
Sedangkan menurut Ath-Thabari adalah yang mengamankan penciptaan-Nya dari
kedhaliman-Nya.
9. Muhaimin (Maha Memelihara)
Menurut Ath-Thabari “Muhaimin” berarti yang menyaksikan.
Pendapat yang lebih kuat adalah yang mengartikan “al-muhaimin” sebagai
yang menjadi saksi terhadap sesuatu serta memeliharanya.
10. Aziz (maha Perkasa)
Kata “al-aziz” terambil dari akar kata yang terdiri dari dua
huruf, yaitu ‘ain dan zai, maknanya berkisar pada kekukuhan dan
kemantapan.
Menurut ibn Katsir “al-aziz” berarti yang menguatkan segala sesuatu
sehingga mengalahkannya, dan mengalahkan sesuatu sehingga tidak dapat
menolaknya.
Menurut Ibn ‘Athiyyah “al-aziz” berarti yang tidak dikalahkan .
11. Jabbar (Maha Kuasa)
“Al-Jabbar”
mengandung makna keagungan, ketinggian, dan istiqomah yakni konsistensi. Allah
adalah Al-Jabbar karena ketinggian sifat-sifat-Nya yang menjadikan siapapun
tidak mampu menjangkau-Nya. Al-Biqa’I menafsirkan kata Jabbar dengan “ Yang
Maha Tinggi sehingga memaksa yang rendah untuk tunduk kepada apa yang
dikehendaki-Nya, dan tidak terlihat atau terjangkau oleh yang rendah apa yang
mereka harapkan untuk diraih dari sisi-Nya, ketundukan dan ketidakterjangkauan
yang nampak secara amat jelas”.
Menurut Ath-Thabari “Al-Jabbar” berarti yang memperbaiki urusan
makhluk-Nya, melakukan semua dalam kebaikan mereka semua.
12. Mutakabbir (maha Memiliki Segala Keagungan)
Kata ini terambil dari akar kata yang mengandung makna kebesaran
serta lawan dari kemudahan atau kekecilan. Ulama’ berpendapat bahwa makna asal
dari kata ini adalah keengganan atau ketidaktundukan, jadi Allah yang bersifat Mutakabbir
mereka pahami dalam arti Dia yang enggan menganiaya hamba-Nya.
Dalam tafsir al-wajiz dijelaskan bahwa makna “Al-mutakabbir” adalah yang
padanya takabbur itu haq.
13. Al-Khaliq (Maha Menciptakan)
Al-Khaliq
terambil dari akar kata “khalaqa” yang arti dasarnya mengukur atau
memperhalus. Kemudian berkembang antara lain dengan arti, menciptakan (dari
tiada), menciptakan (tanpa satu contoh terlebih dahulu), mengatur, dan membuat.
Menurut pakar bahasa az Zajjaj Khalq jika dimaksudkan dengannya sifat Allah,
maka dia adalah awal proses penciptaan.
14. Al-Bari’ (Maha Mengadakan)
Kata “al-bari” terambil dari kata “al-bar’u” yang
berarti memisahkan sesuatu dari sesuatu. Dalam tulisan az Zajjaj “setiap yang
diciptakan dalam bentuk tertentu, pasti didahului oleh pengukuran, tidak
sebaliknya, karena yang diukur belum tentu dibentuk secara tertentu”.
Menurut Ibnu Jarir Ath-Thabari “al-bari’’ adalah yang mengadakan
penciptaan, kemudian mewujudkannya dengan kekuasaan-Nya.
15. Al-Mushowwir (Maha Membentuk Rupa)
Kata “al-mushowwir”, terambil dari kata “showwara”
yang berarti memberi rupa, cara dan substansi bagi sesuatu, sehingga berbeda
dengan selainnya.
menurut Ibnu Katsir, “al-mushowwir” berarti yang memutuskan apa yang
telah dikehendaki perwujudannya atas sifat yang dikehendakinya.
Menurut Ibnu ‘Athiyyah Al-Andalusiy “al-mushowwir” adalah Dia yang
mewujudkan rupa atau bentuk.
Allah al-khaliq karena Dia
yang mengukur kadar ciptaan-nya, Dia al-bari’ karena Dia menciptakan dan
mengadakan dari kletiadaan, dan Allah adalah al-mushowwir karena Dia yang
memberinya bentuk dan rupa, cara dan substansi bagi ciptaan-Nya.
Dari kelima belas sifat di atas
terangkum dalam asma’ul husna yang berjumlah 99 yang datang (warid) dari
hadits.
Pada penutupan surat ada lafadz
al-hakim yang dipahami oleh sementara ulama’ dalam arti yang memiliki hikmah,
sedang hikmah antara lain berarti mengetahui yang paling utama dari segala
sesuatu, baik pengetahuan maupun perbuatan.
Kebanyakan sifat Allah al-Hakim
dirangkaikan dengan al-‘Aziz. Ini agaknya menunjukkan bahwa ketetapan yang
diambil Allah dilaksanakan-Nya sesuai yang dikehendaki-Nya, dan tidak satupun
yang dapat menghalangi terlaksananya kehendak itu.
Demikianlah cara Allah mengenalkan
diri-Nya kepada manusia, yakni melalui asma-asma terbaik-Nya (asma’ul husna).
BAB V
RELEVANSI IMAN
KEPADA ALLAH DENGAN PENDIDIKAN
Uraian mengenai keimanan kepada Allah sebagaimana dapat dipahami
dari kandungan surat Al-Hasyr ayat 22-24 tersebut memiliki hubungan erat dengan
pendidikan Islam. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Dari segi kedudukannya
Keimanan kepada Allah dengan segala
uraian yang berkaitan dengannya selain menjadi materi utama pendidikan Islam,
juga dapat menjadi dasar bagi perumusan tujuan pendidikan, dasar penyusunan
kurikulum, dan aspek-aspek pendidikan lainnya.
Di kalangan para ahli pendidikan
disepakati bahwa mata pelajaran tentang keimanan termasuk mata pelajaran pokok
dalam pendidikan Islam. Selanjutnya tujuan pendidikan dalam Islam juga harus
berkaitan dengan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah. Para ahli pendidikan
misalnya sepakat bahwa tujuan pendidikan Islam adalah menciptakan
pribadi-pribadi yang taat beribadah kepada Allah dalam arti seluas-luasnya.
2.
Dari segi fungsinya
Keimanan kepada Allah berfungsi
mendorong bagi upaya meningkatkan di bidang pengembangan ilmu pengetahuan. Hal
itu dapat dipahami dari keharusan orang-orang yang beriman agar memperkuat
keimanannya dengan dalil-dalil yang bersifat naqli (Al-Qur’an dan Al-Hadits),
maupun dalili-dalil aqli yang dibangun dari argumentasi rasional. Keimanan
kepada Allah tidak boleh didasrkan pada ikut-ikutan atau taqlid. Hal yang
demikian ditekankan di sini, karena dari keimanan yang didasarkan pada
argumentasi itulah yang dapat menimbulkan sikap tanggung jawab, kreatif,
dinamis, serta inovatif. Sikap yang demikian muncul sebagai hasil dari proses
internalisasi sifat-sifat Tuhan dalam diri manusia dan manifestasinya dalam
kenyataan hidup sesuai kadar kesanggupannya.
Menurut Zakiyah
Darajat salah satu dari tujuan pendidikan Islam adalah teguh imannya, ini mengisyaratkan bahwa yang dimaksud iman
adalah iman kepada Allah (mengesakan-Nya). Selain itu, di dalam salah satu
prinsip pendidikan Islam yaitu prinsip persamaan dan pembebasan, dikembangkan
dari nilai tauhid, bahwa Tuhan adalah Esa.
Jadi Q.S. Al-Baqarah ayat 163 dan 255 mempunyai urgensi di dalam menjelaskan
tujuan dan prinsip pendidikan Islam. Terutama dalam prinsip persamaan dan
pembebasan.
Q.S. Ar-Ruum ayat
22-25 memiliki relevansi dalam pendidikan, bahwa dalam dunia pendidikan
senantiasa melakukan perenungan-perenungan akan ciptaan-Nya untuk mengokohkan
iman, juga mengajarkan untuk selalu mendengarkan tadbir-tadbir yang ada,
memikirkannya, sehingga memiliki ilmunya serta dapat mengamalkannya. Demikian
pula pada Q.S. Ar-Ruum ayat 30 memberikan pesan pada dunia pendidikan untuk
selalu mengajarkan keimanan kepada-Nya karena itulah yang menjadi pokok dalam
pendidikan.
BAB
VI
PENUTUP
Dari pembahasan di
atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian dari Iman kepada Allah adalah
meyakini aka nada-Nya, membenarkannya dalam hati dan lisan, serta diiringi
dengan melakukan amal saleh. Sedangkan untuk memahami makna Iman kepada Allah
adalah dengan cara perenungan-perenungan akan ciptaan-Nya, sehingga dari
situlah Iman yang sesungguhnya dapat terwujud dan dapat lebih kokoh. Allah,
Yang Maha Esa, yang diimani dengan segala kekuasaaan-Nya. Allah juga telah
mengenalkan diri-Nya (wujud-Nya) kepada manusia melalui sifat-sifat yang
terangkum dalam asma-asma terbaik-Nya yang berjumlah 99.
Demikianlah
makalah ini penulis susun, kritik konstruktif senantiasa penulis harapkan dari
pembaca yang budiman. Semoga makalah ini bermanfaat bagi keilmuan kita semua.
Amiin.
REFERENSI
Abdulhaq, Abu Muhammad bin Ghalib bin ‘Athiyyah Al-Andalusiy. 2007.
Tafsir Al-Wajiz, jilid.5. Dar Alkutub Alaliyah.
Ahmadi, Abu dan Noor Salimi. 2004. Dasar-dasar Pendidikan Agama
Islam. Bumi Aksara: Jakarta.
Al-Ishfahyani, Raghib. t.t. Mu’jam Mufrodi Alfadli Alquran.
Darul Fikr.
Al-Mahalli, Jalaluddin Muhammad bin Ahmad dan Jalaluddin
Abdurrahman bin Abi Bakar As-Suyuthi. t.t. Tafsir Al-Qur’an, juz.1 dan 2.
Darul Fikr.
Al-Maraghi, Ahmad Musthafa. t.t. Tafsir Al-Maraghi, juz.21.
As-Salimi, Abu Abdurraman Muhammad bin Al-Husain bin Musa Al-Azdi.
t.t. Tafsir As-Salimi, juz.1. Dar Alkutub Alilmiyah: Libanon.
Ath-Thabari, Abu Ja’far Muhammad bin Jarir. t.t. Tafsir
Ath-Thabari, juz.2,9, dan 10. Darul Hadits: Kairo.
Hamzah, Muchotob, dkk. 2004. Tafsir Maudlu’I Al-Muntaha.
LKiS Pelangi Aksara: Yogyakarta.
Katsir, Ibnu. 2008. Tafsir Ibnu Katsir. Dar Alwafa’: Mesir.
Nata, Abudin. 2002. Tafsir Ayat-ayat Pendidikan. Raja
Grafindo: Jakarta.
Ridha, Imam M. Rasyid. 2005. Tafsir Al-Manar, jilid.3. Dar
Alkutub Alilmiyah: Libanon.
Roqib, Moh. 2009. Ilmu Pendidikan Islam. LKiS: Yogyakarta.
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Mishbah, volume.1, 11, dan
14. Lentera Hati: Jakarta.
Showi, Ahmad Al-Maliki. t.t. Hasyiyah Al-Allamah Ash-Showi,
juz.1 dan 3. Darul Fikr.