Wednesday, January 14, 2015

IKHLAS



Ketika hendak melakukan sesuatu maka harus dilakukan dengan niat yang tulus dan ikhlas. Sehingga, kita selalu bertanya-tanya, sebenarnya apa sih makna dari ikhlas dan apa saja yang perlu diperhatikan?
Ikhlas berarti memurnikan perkataan, perbuatan, dan perjuangan hanya kepada Allah swt., serta mengharap keridhaan-Nya semata. Semua yang yang dilakukan tanpa  mempedulikan keuntungan materi, pangkat, gelar, popularitas, ataupun ambisi terselubung lainnya. Jadi, suatu perbuatan akan dimaknai ikhlas, ketika seseorang di dalam menjalankannya tidak ada maksud tertentu selain memang hanya karena Allah swt.
Berbicara tentang ikhlas, kita akan digiring pada salah satu ayat dalam Al-Qur’an yang berarti sebagai berikut:
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (Q. S. Al-Mulk: 2).
Fudhail bi Iyadh menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ahsanu amala (yang lebih baik amalnya) dalam ayat tersebut adalah yang paling ikhlas dan tulus.
Berlaku ikhlas memang tidak mudah, tapi bukan berarti tidak dapat dilakukan. Karena, tidak ada yang tidak mungkin. Di bawah ini akan dijelaskan beberapa indikator ikhlas agar dapat dijadikan bahan untuk memetakan keikhlasan di hati kita.
Pertama, merasa khawatir terhadap ketenaran dan keharuman nama, terutama bila ia termasuk orang yang berprestasi. Orang seperti ini meyakini bahwa Allah melihat dari hati seseorang, bukan tampilan luarnya.
Kedua, selalu menilai diri kurang maksimal dalam menunaikan hak-hak dan kewajiban dari Allah Swt. hatinya tidak dirasuki oleh perasaan tertipu ataupun bangga diri. Bahkan, ia selalu takut atas kesalahan-kesalahan yang tidak terampuni dan kebaikan-kebaikan yang tidak diterima.
Ketiga, ia akan lebih mencintasi amal perbuatan yang tersembunyi daripada amal yang diperlihatkan kepada orang lain.  Dalam hal ini ada sebuah kisah.
Suatu hari, Umar bin Khattab keluar menuju masjid. Tiba-tiba ia menjumpai Mu’adz bin Jabbal sedang duduk dan menangis di dekat kuburan Rasulullah Saw. Maka, Umar pun bertanya, “Apa yang menyebabkanmu menangis?” Mu’adz menjawab, “Saya menangis karena (ingat) sabda Rasulullah saw., “Sesungguhnya riya’ (beramal karena mencari pujian manusia) sangat kecil termasuk syirik.”
Keempat, saat menjadi pemimpin maupun yang dipimpin, ia tetap produktif dalam beramal selama dalam bingkai perjuangan.
Kelima, tidak menghiraukan keridhaan manusia, apabila di baliknya terdapat kemurkaan Allah.
Keenam, kecintaan dan kebenciaanyya, kemauan dan keengganannya untuk memberi, serta keridhaan dan kemurkaannya hanya karena Allah swt. semata.
Ketujuh, tidak merasa malas, jenuh maupun putus harapan karena panjangnya jalan perjuangan yang harus dilalui atau lamanya mencapai keberhasilan. Baginya, beramal bukan untuk meraih kesuksesan belaka, tetapi untuk medapatkan keridhaan Allah swt., dalam menjalankan perintah-Nya.
Kedelapan, bergembira dengan munculnya orang-orang yang berprestasi di barisan perjuangan. Ia selalu memberikan ruang dan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap orang yang erbakat untuk menggantikan posisinya, tanpa sedikit pun menghalang-halanginya. Bahkan, ia akan meninggalkan posisinya dengan senang hati, jika ada orang lain yang lebih baik darinya untuk menempati posisi tersebut.
Sumber: Hawari Aka, Guru yang Berkarakter Kuat, Laksana, Jogjakarta, 2012, hlm. 35-39.

No comments:

Post a Comment